Sejarah perkembangan awal pemerintahan hingga sekarang



 SEJARAH PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA DARI ADANYA VOC HINGGA ORDE BARU



            Setelah Indonesia diambil alih oleh pemerintahan Belanda maka birokrasi pemerintahaanya diperbaiki dengan menggunakan prinsip-prinsip birokrasi modern. Pemerintahan Belanda mengatur Indonesia dengan membuat perundang-undangan yang rasional, yang berlandaskan pada Grondwet Belanda tahun 1814 Grondwet ini mengalami perubahan dari tahun ketahun. Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya. Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi Hindia-Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri tetapi tetap memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggung jawab dan berada dibawah pengawasan pusat

Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu Belanda memiliki kekuasaan yang sangat luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya, ia dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah. Akan tetapi, kekuasaan yang tak terbatas timbul protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya. Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk Rewesteli Raden, yaitu suatu dewan dimana warga Eropa dapat berbicara untuk menyuarakan maksud dan tujuannya. Inilah yang mengawali terbentuknya decentralisatie wet. Sebelum tahun 1900 (sebelum sistem politik etis) sistem pemerintahan untuk daerah jajahan (Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis.
Sistem sentralistis ini dimana tidak ada partisipasi dari perangkat lokal segala sesuatu diatur oleh pemerintahan pusat. Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah tangga daerah sesuai dengan kepentingan daerah.

Delapan tahun setelah bangsa Belanda menginjakkan kaki dibumi Nusantara, berdirilah Verenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang diberikan otonomi penuh untuk melakukan monopoli terhadap segala aktivitas perdagangan di negeri-negeri jajahan kerajaan Belanda. Selama kurang 2 abad berkuasa, VOC yang semula hanyalah sebuah persatuan kongsi dagang telah menjadi sebuah birokrasi pemerintahan yang kuat dengan pegawai-pegawai dan kekuatan pertahanan untuk mengamankan kepentingannya, disamping keberadaan armada pelayaran yang begitu besar

Selama zaman VOC kepentingan perdagangan sangat diutamakan sehingga keterlibatan dalam perang intern atau konflik- konflik politik dapat dibatasi, maka perannya lebih bersifat reaktif atau reaksi dan sehingga tidak bersifat agresif. Setelah VOC dihapus dan hak serta kekuasaanya diserahkan kepada pemerintahan Belanda serta politik pasifikasi dijalankannya, maka timbul penetrasi yang itensif diseluruh kepulauan Indonesia. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain:
a. Verplichte Laverantie, yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC, dan melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.
b. Contingenten, yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi. Peraturan tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.
c. Ekstirpasi, yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi over produksi yang dapat menyebabkan harga rempah-rempah merosot.
d. Pelayaran Hongi, yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak pelangganya.

Adapun Sistem birokrasi yang diterapkan oleh VOC bertujuan untuk memerintah wilayah-wilayah di Nusantara. VOC mengangkat seorang gubernur jenderal yang dibantu oleh 4 orang yang disebut Raad van Indie (Dewan India).
Dibawah gubernur jenderal diangkat beberapa gubernur yang memimpin suatu daerah. Dibawah gubernur terdapat beberapa Residen yang dibantu oleh asisten Residen, pemerintahan dibawahnya lagi diserahkan pada pemerintahan tradisional, seperti raja dan bupati. VOC yang merupakan sistem pemerintahan tidak langsung (Indirect rule) dengan memanfaatkan sistem Feodalisme. Hingga akhirnya VOC mengalami kemunduran, kemunduran tersebut disebabkan oleh:
1. Banyak korupsi yg dilakukan oleh pegawai-pegawai VOC.
2. Anggaran pegawai terlalu besar sebagai akibat makin luasnya wilayah kekuasaan VOC.
3. Anggaran pegawai terlalu besar sebagai akibat makin luasnya wilayah kekuasaan VOC.
4. Biaya perang untuk memadamkan perlawanan rakyat terlalu besar.
5. Persaingan dengan kongsi dagang negara lain, misalnya dengan EIC milik Inggris.
6. Hutang VOC yang sangat besar.
7. Pemberian deviden kepada pemegang saham walaupun usahanya mengalami kemunduran.
8. Berkembangnya paham liberalisme sehingga monopoli perdagangan yg diterapkan VOC tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
9. Pendudukan Perancis terhadap negara Belanda pada tahun 1795.
Pada akhir dari tahun 1799 VOC dibubarkan, dan seluruh miliknya diambil alih oleh pemerintahan Belanda sejak tahun 1795 menjadi Bataafsche Republiek. Berdasarkan hal tersebut maka sejak hari pertama tahun 1800 Indonesia menjadi jajahan negeri Belanda. Bataafsche Republiek adalah sekutu perancis, dan dengan demikian terlibat dalam peperangan yang terus menerus dengan Inggris beserta sekutu sekutunya (peperangan-peperangan koalisasi sejak 1793 sampai jatuhnya Napoleon dalam tahun 1815). Peperangan ini dilangsungkan pula di Indonesia yaitu dimulai dari Sumatra Barat dan Maluku.

Memasuki abad 19 di Indonesia terjadi perkembangan pemerintahan yang dapat dilihat dari bubarnya VOC pada tanggal 31 Desember 1799 karena izinnya dibatalkan pada tahun 1795. Latar belakang keruntuhan VOC sebagian besar dikarenakan mutu pegawai yang merosot, manajemen yang buruk, pengeluaran yang besar yakni membiayai intervensi politiknya, sistem monopoli yang sudah tidak sesuai lagi, dan alasan yang paling membuat runtuhnya VOC adalah korupsi yang merajalela. Penyebab lain sekaligus ancaman bagi Belanda adalah persaingan dari perusahaan dagang Inggris yang meluas hingga ke ranah politik dengan perebutan-perebutan hegemoni dan wilayah. Pada saat itu di negeri Belanda sendiri terkena efek pergolakan politik yaitu perluasan Revolusi Perancis yang dilakukan oleh Napoleon Bonaporte yang mengakibatkan Belanda jatuh dalam kekuasaan Perancis yang tidak lain adalah musuh utama Inggris. Setelah menguasai Belanda dengan menyingkirkan Raja Willem van Oranje, Napoleon Bonaporte mendudukkan saudaranya, Louis Napoleon sebagai raja baru Belanda.

Hal-hal tersebut mendorong pemerintahan Belanda langsung berubah, terutama setelah bubarnya VOC. Pemerintahan Belanda mengambil alih seluruh kekuasaannya di kepulauan Indonesia yang pemerintahannya berpusat di Batavia.
Dalam perubahan pemerintahan itu, Raja Belanda mengirimkan seorang kepercayaannya untuk menjadi Gubernur Jendral, orang kepercayaan Raja Belanda yakni Wilhem Herman Daendels sebagai panglima perang. Daendels sendiri dikenal sebagai sosok pemuja prinsip-prinsip pemerintahan yangrevolusioner, perpaduan antara semangat pembaruan dan metode-metode kediktatoran. Setelah mendapat tugas dan amanat, Daendels langsung menyusun kembali sistem pemerintahan yang berantakan dan membangun pertahanan.

Politik Daendels (1800-1811) pada dasarnya hanya memprioritaskan pertahanan di pulau Jawa. Berbagai hal dilakukan Daendels hingga untuk keperluan mobilitas pasukannya, dia membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan, yang terkenal sebagai jalan pos besar (hetgrotepostweg).
Pembangunan jalan raya pos bukan hanya demi kepentingan militer saja yang terlayani akan tetapi, jalan tersebut sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi dan politik, selain itu tidak hanya sebagai bidang transportasi tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan serta mobilitas sosial. Daendels memiliki sifat gila hormat, gila kuasa, dan keras kemauannya, oleh karena itu mengundang kebencian rakyat dan juga para pegawainya. Louis Napoleon yang merasa bertanggung jawab atas baik-buruknya pemerintahan di Indonesia merasa tersinggung dengan perilaku Daendels sehingga pada tahun 1811 ia dipanggil ke Eropa dan dicopot jabatannya hingga digantikan oleh Jansens (Wiharyanto, 2015:4).
Ketika Daendels digantikan oleh Jansens maka, Jansens dapat merebut Batavia karena mendapat simpati dari raja-raja Jawa, pada masa itu Jawa mendapat serangan tentara Inggris dibawah kuasa Lord Minto. Pada 1811 Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris di Tuntang sehingga terdapat rekapitulasi Tuntang yng berisikan: (1) seluruh kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara diserahkan kepada Inggris, (2) hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris, dan (3) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Pulau menjadi milik Inggris

Era kemerdekaan

Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: SumatraKalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa BaratJawa TengahJawa TimurSulawesiMaluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

Demokrasi parlementer

Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.

Demokrasi Terpimpin

Pemberontakan yang gagal di SumatraSulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di BandungJawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. PKI merupakan partai komunis terbesar setelah Uni Soviet dan Tiongkok.

ERA ORDE BARU 

Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 19731978198319881993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi (Pelita) sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

 Era reformasi

Artikel utama: Indonesia: Era Reformasi

Pemerintahan Habibie

Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Pemerintahan Wahid

Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.

Pemerintahan Megawati

Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian. Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan Kabinet Gotong Royong.
Tahun 2002, Masa pemerintahan ini mendapat pukulan besar ketika Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional.

Pemerintahan Yudhoyono

Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diselenggarakan, dengan Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat, kemudian membentuk Kabinet Indonesia Bersatu. Pemerintah ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar