Analisis potensi pajak daerah kabupaten muaro jambi


Undang-Undang Pajak daerah dan Retribusi daerah (UU PDRD) mengatur bahwa jenis pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi 11 jenis pajak yaitu: Pajak hotel, Pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, pajak air tanah, pajak penerangan jalan, Pajak sarang burung walet, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB P2), dan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Beberapa kewenangan diberikan kepada pemerintah daerah agar pemungutan pajak daerah dapat berjalan optimal, antara lain penetapan tarif pajak, penetapan batasan tidak kena pajak, pemberian pengurangan pajak, pemberian insentif, dan penentuan nilai jual objek pajak.

Dari sebelas jenis pajak kabupaten/kota tersebut, terdapat tiga jenis pajak yang dipungut secara official assessment, yaitu besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar) ditentukan oleh pejabat pajak, meliputi Pajak Reklame, PBB P2, dan Pajak Air Tanah. Delapan jenis pajak lainnya dipungut secara self assessment, artinya Wajib Pajak sendiri yang menghitung berapa besarnya pajak yang harus dibayar. Sistem ini berlaku untuk Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta BPHTB. Dalam pemungutan pajak dengan system self-asessment, peran kesadaran dan kejujuran Wajib Pajak sangat besar.

Sebelum menentukan pajak yang berpotensi pada kabupaten Muaro Jambi kita lihat dulu sumber Wikipedia berikut Kabupaten Muaro Jambi adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi JambiIndonesia. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten pemekaran dari kabupaten Batanghari berdasarkan Undang-undang nomor 54 Tahun 1999, dengan luas wilayah 5.246 km², secara administratif terdiri dari 11 kecamatan, 150 desa dan 5 kelurahan. Pada tahun 2020, jumlah penduduk Muaro Jambi sebanyak 397.351 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan 3,93 persen per tahun. Kabupaten ini mengelilingi wilayah Kota Jambi yang merupakan ibukota Provinsi Jambi.

Dengan jumlah penduduk sebanyak 397.351 jiwa dan memiliki luas wilayah 5.246 km² dengan luas wilayah yang begitu luas banyak tanah di daerah ini belum memiliki sertifikat dan banyak konflik pertanahan di Jambi, daerah agraria merupakan daerah yang banyak dilirik para investor, pajak yang potensial yakni Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), maraknya pembangunan perumahan rakyat menjadikan pajak BPHTB sebagai pajak tertinggi atas jual beli hak tanah, karna akibat pengaruh pembangunan yang terus-menerus terjadi dapat meningkatkan kegiatan jual beli tanah dan bangunan.

BPHTB semula berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 1997 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2000, merupakan pajak pusat. Setelah berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009, BPHTB merupakan pajak daerah. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010, tetapi pelaksanaan BPHTB sebagai Pajak Daerah mulai berlaku efektif tanggal 1 Januari 2011 untuk seluruh wilayah Indonesia sebagaimana Ketentuan Penutup yang menyebutkan bahwa dalam waktu paling 1 (satu) tahun, Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan BPHTB sebagai Pajak Daerah. Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-47/PJ/2010 tertanggal 22 Oktober 2010 ditegaskan bahwa mulai 01 Januari 2011 BPHTB berubah menjadi Pajak Daerah. Artinya Pemerintah Kota dan Kabupaten mulai 2011 dapat mengelola sepenuhnya pengenaan BPHTB dan menjadikannya sebagai pendapatan daerah.

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi dua hal.

 

Pertama, pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, pemasahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah. Kedua, pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak.

Untuk memenuhi unsur legalitas, proses pemindahtanganan hak atas tanah dan/atau bangunan dibantu oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/notaris. Terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam memperoleh hak tersebut secara legal sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU PDRD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar